Ketika organisasi atau komunitas ingin menjalankan suatu proyek, pasti yang tidak luput untuk dilakukan adalah melakukan riset dan perencanaan proyek, menentukan pemangku kepentingan yang tepat, membuat anggaran, mempersiapkan strategi komunikasi, implementasi dan merencanakan monitoring dan evaluasi. Namun, apakah kamu juga sudah memikirkan apakah proyek yang kita intervensi sudah merangkul penerima manfaat dari berbagai latar belakang sosial, budaya dan agama?
Inklusi sosial didefinisikan sebagai proses partisipasi masyarakat tanpa memandang adanya perbedaan gender, usia, suku, ras, agama, dan berbagai perbedaan status ekonomi, sosial dan budaya. Pelibatan underrepresented groups ini bisa dalam bentuk pengambilan keputusan, perancangan suatu program atau menjadi penerima manfaat. Dengan demikian, inklusi sosial dapat membuka kesempatan masyarakat dari berbagai latar belakang untuk memupuk rasa toleransi dalam keberagaman.
Kelompok termarjinalkan atau underrepresented groups perlu dilibatkan ketika kita merancang proyek sosial. Contoh dari underrepresented groups adalah perempuan, masyarakat adat, penyandang disabilitas, pengidap HIV/AIDS dan kelompok agama minoritas.
Partisipasi masyarakat perlu dilibatkan misalnya dalam hal pengambilan keputusan publik, sehingga pembuat kebijakan dan masyarakat sama-sama mempunyai rasa memiliki, tanggung jawab dan komitmen. Tangga partisipasi Arnstein biasa digunakan untuk melihat tingkat partisipasi masyarakat.
Mengapa kamu ingin membuat program tersebut? Apa alasan yang paling mendasar dan mendesak?
Cari tahu tantangan yang dihadapi oleh target penerima manfaat dan bagaimana cara kamu menanganinya. Misalnya, kamu ingin membuat program seminar pendidikan secara daring yang melibatkan guru-guru dari seluruh Indonesia. Maka, buatlah riset audiens dan cari tahu tantangan yang biasanya mereka hadapi (sinyal, akses internet, gadget, dll)
Untuk membuat program semakin inklusif, salah satu cara yang dapat kamu lakukan adalah membuat survei kebutuhan audiens, misalnya ketika kamu membuat acara webinar.
Pada formulir registrasi, kamu bisa menambahkan pertanyaan seperti “Apakah Anda membutuhkan juru bahasa isyarat (JBI)?”, sehingga kamu tahu berapa banyak partisipasi dari teman tuli dan dapat memfasilitasi JBI pada kegiatan kamu.
Selain itu, ketika membuat kegiatan daring dengan peserta dari seluruh Indonesia, pastikan kamu memperhatikan zona waktu (WIB, WIT dan WITA) agar kegiatan yang dilaksanakan tidak terlalu pagi atau terlalu malam bagi peserta yang ada pada zona waktu tersebut.
Bangun akses yang bisa dijangkau oleh penerima manfaat. Misalnya, kamu ingin melibatkan peserta difabel dalam program, maka sediakan akses bagi mereka, seperti akses kursi roda dan/atau juru bahasa isyarat. Jika intervensi program kamu dilakukan di daerah, kamu bisa mencari JBI yang dapat berbahasa daerah setempat.
Contoh lain, kamu ingin modul pelatihan atau materi webinar dapat diakses oleh disabilitas netra, maka kamu bisa memfasilitasi mereka dengan mencetak modul pelatihan atau materi webinar tersebut ke dalam huruf braille.
Misalnya ketika penerima manfaat atau peserta lebih terbiasa menggunakan bahasa daerah atau Bahasa Indonesia, maka sampaikan materi dengan bahasa tersebut, kecuali jika ada istilah lazim dalam Bahasa Inggris yang umum diketahui, misalnya istilah timeline atau budget. Contoh penggunaan bahasa inklusif lainnya misalnya adalah menggunakan istilah tuna netra daripada buta atau penghayat kepercayaan daripada aliran kepercayaan.
Program Officer
Copyright © 2021 Indika Foundation. All rights reserved
ID